SUARA HATI NURANI

Pagi itu aku kembali termenung, dalam dzikir panjangku, dalam bacaan tasbih,tahlil,tahmid dan istiqfarku.Telah lama waktu berlalu. Nampak oleh ku samar, sesosok bayangan hitam yang terus mendampingiku. Sudah lama dan selalu dia mendampingiku, menggoda ku, membisiki ku dengan ragam godaan akan dunia
“Kenapa kau selalu datang   pada kami, menggoda kami,”kataku akhirnya.
Dia diam dan kemudian menarik napas panjang.Menatap tajam kearahku.”Ini tugasku, menggoda kalian dengan beragam kenikmatan dunia.”
“Tapi kau tahu kalau kami tidak mudah tergoda oleh beragam bujuk rayu kalian,”kataku lagi,sekarang ganti aku yang memandangnya dengan sinis.
“Ah siapa bilang. Mayoritas dari kalian akan menjadi teman-teman kami. Hanya sedikit dari kalian yang tidak tergoda oleh nikmatnya dunia.”
Aku terdiam, merasa tertampar oleh kata-katanya. Kurenungkan dalam-dalam apa yang telah di katakannya.Memang jika melihat apa yang telah terjadi dewasa ini , dimana dunia telah semakin tua, manusia bukannya menjadi semakin arif dan bijaksana. Semakin lama manusia justru semakin lupa akan hakikat penciptaannya. Beragam alpa dilakukannya.Sistem yang diciptakan manusia terkadang justru membelenggu manusia menuju kepada Tuhannya. Lihatlah disekitar kita dari keluar kita meninggalkan pintu rumah menuju dunia luar kita. Dalam berpakaian cenderung tidak ada norma, dalam kata cenderung seenaknya apalagi dalam sikap terhadap sesama. Banyak hal-hal yang sebelumnya di anggap tabu menjadi serba di perbolehkan. Anak tak lagi hormat orang tua, orang tua tak sayang anaknya, kekerasan yang terpampang setiap hari melalui media televisi, dan banyak lagi hal yang kurang baik.
Setelah hari itu aku terus saja berdialog dengannya.Tentang banyak hal, tentang dunia dan segala isinya.
“Kau jangan bangga dengan banyaknya ibadahmu,”katanya suatu malam ketika aku selesai dengan ibadah malamku.Aku diam saja.
“Banyak manusia merasa bahwa ibadahnya sudah sangat banyak sekali, puasanya sudah banyak, menyumbangnya sudah banyak, dzikirnya sudah banyak dan banyak lagi jenis ibadah yang lain.Saat ada mertua kau panjangkan sholatmu, kau banggakan banyaknya sholatmu.”Aku merasa marah oleh kata-katanya kali ini.
“Ah, wajarlah jika orang bangga bahwa ibadahnya lebih banyak dari pada yang lain.”sahutku sekenanya.
“Iya, namun jika itu terus kau lakukan kau bisa jatuh kepada sikap ria. Dan tujuan ibadahmu nanti berikutnya adalah agar orang memberikan ucapan wah kepadamu, bukan lagi kepada ikhlas menyembah-NYA.”Aku diam dan merenung. Banyak sekali manusia yang melakukkan amal harus dengan publikasi. Menyumbang fakir miskin membawa wartawan, menyumbang masjid minta di sebut nama, menyumbang melalui Koran tidak mau di sebut hanya dengan nama hamba Tuhan.Memang menyakitkan apa yang telah di katakannya namun isinya adalah kebenaran semata.
Semenjak percakapan terakhir itu aku terus saja meningkatkan ibadahku. Yang wajib selalu aku kerjakan dan kutambah lagi dengan ibadah-ibadah sunahku. Aku merasakan peningkatan sedikit demi sedikit dalam keimananku. Suatu malam ketika aku tengah tenggelam dalam nikmatnya ibadah, dia kembali datang.
“Aku akan pergi, tugasku akan di gantikan oleh yang lain.”katanya mengagetkanku.”Tapi kau jangan senang dulu karena semakin naik tingkat keimanan manusia, makin tinggi godaan yang akan di alaminya.Aku hanya diam, terus melanjutkan dzikir panjangku.

            Dan subuh itu ketika tengah asik dengan ibadahku aku merasakan kehadiran bayangan hitam lain yang tengah mengawasiku. Tapi aku tak perduli karena yang paling penting adalah diriku sendiri mampu mengendalikan perkataan, perbuatan dan pikiranku. Selama aku mampu mengendalikannya aku yakin seberat apa pun godaan dari luar tetap kita yang akan jadi pemenangnya.