Makanan Baik Membawa Pada Sikap Baik

Waktu telah lama berlalu, aku heran kenapa sikap dan kata kata semakin tak menentu. Semakin lama justru semakin menjauh dari ketaqwaan dan kesholehan. Pada hal upaya untuk terus mendekat kepada yang kuasa terus kulakukan. Ibadah menjadi sesuatu yang demikian berat, sekalipun semua masih terkerjakan dengan baik namun rasanya semua berjalan dengan tanpa kekhusu’an, tanda ketundukan, hampa, tanpa kenikmatan di dada. Apakah ada hubungan antara ketidaknikmatan dan keberatan dalam melaksanakan ibadah ini dengan masih masuknya makanan dan minuman yang sumbernya dari sesuatu yang kurang barokah, kurang kehalalannya.
****
“Sudah pasti. Makanan dan minuman haram akan membawa manusia menjauh dari Tuhannya,” demikian kata Abdulah sahabatku. Dia salah satu sahabat karibku yang suka sekali mengingatkan aku di saat aku terlihat oleng dalam ibadah.
“Aku tidak tahu, apa memang sesuatu itu haram. kalau yang tidak jelas sudah pasti akan kutolak.”
“Nah itu namanya subhat, ketidakjelasan. Sesuatu yang membawa keraguan mestinya kita tinggalkan saja. Ingatlah hati adalah laksana cermin, semakin dia berdebu akan semakin gelap bayangan kita di sana. Debu adalah perumpamaan untuk dosa manusia, salah satunya adalah memakan makanan yang sudah sangat jelas keharamannya. ”
Aku termenung mendengar kata-kata sahabatku. Aku juga teringat dengan berita seputar anggota DPR dan kelakuan mereka. Terbayang juga anggota partai dari yang mengaku dirinya bersih, juga akhirnya terseret oleh perilaku korup. Bisa jadi ini pada awalnya adalah karena makanan yang tidak jelas kehalalannya. Sesuatu yang haram itulah yang kemudian sedikit demi sedikit mengikis keimanan seseorang. Dan kemudian akibatnya standard penilaian seseorang terhadap sesuatu itu baik atau buruk, halal atau haram menjadi menurun, dan seterusnya  semakin banyak uang tidak jelas yang masuk dan menjadi darah dagingnya dan berikutnya perilaku baik dan buruk menjadi hal yang sama terlihat di matanya.
“Ingatlah bahwa pada saat satu pintu kemaksiatan terbuka maka laksana kotak Pandora yakinlah kemaksiatan yang lain akan segera saling susul menyusul dan kita akan sangat sulit untuk menghentikannya. Jadi tinggalkanlah yang tidak baik karena apa lah arti hidup di dunia ini, seperti orang yang mampir untuk duduk dan makan sejenak dalam sebuah perjalanan yang sangat panjang,” Abdulah masih terus mengingatkan aku.
****
Hidup memang cuma sementara , kenapa untuk hidup yang cuma sementara itu manusia harus mengorbankan segalanya. Bayangkan .hidup manusia jika memakai parameter usia nabi adalah 63 tahun. JIka usia itu dibandingkan dengan usia menurut perhitungan-NYA maka usia itu hanyalah sepersekian waktu di sisi-NYA karena seperti firman ALLAH,”Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seeprti seribu(1000) tahun menurut perhitunganmu.”(QS.22:47). Dan seandainya kita nanti pake acara mampir ke neraka selama 1 hari saja di akhirat maka itu sama artinya dengan umpama kita di penjara dengan segala macam siksa selama 1000 tahun di dunia.
****
Aku masih terus merenung dan dalam kepasrahan hanya satu doa, agar dapat senantiasa mengabdi tanpa henti kepada Illahi Robbi Yang Maha Tinggi. Bahwa manusia hanyalah sesosok makhluknya yang tidak berarti apa-apa di sisinya apa bila tidak bersedia mengabdi. Dan mudah-mudahan aku dapat memperbaiki diri terus menerus agar semakin dapat memperbaiki sikap dan kata, menjaga sikap dan kata kedepannya. Semoga