BANYAK MEMBACA ISTIQFAR SAAT MENGAJI

GENERASI salafussalih banyak beristighfar dan takut mendapat murka Allah Subhanahu Wa Ta’ala setiap kali membaca al-Qur’an, sebab mereka melihat dirinya tidak pernah mengamalkan apa yang dibaca dan terkandung di dalamnya.
Abdullah bin al-Mubarak berkata: “Berapa banyak pembaca Al-Qur’an yang dilaknat oleh Al-Qur’an. Jika pembaca Al-Qur’an melakukan maksiat kepada Tuhannya, Al-Qur’an berseru dari dalam jiwanya: “Demi Allah, untuk apa kau membaca aku, tidakkah engkau malu kepada Tuhanmu?”
Yusuf bin Asbat setiap kali mengkhatamkan Al-Qur’an, ia beristighfar kepada Allah sebanyak 700 kali dan berdoa: “Ya Allah, janganlah Engkau murka kepada kami atas apa yang kami baca tanpa kami amalkan.”
Al-Fadil bin Iyad berkata: “Pembaca Al-Qur’an memiliki tempat yang suci untuk bermaksiat kepada Tuhan. Bagaimana mungkin ia bermaksiat kepada Tuhan, sedangkan setiap huruf dalam Al-Qur’an memanggilnya kepada Allah: “Janganlah engkau bertentangan dengan apa yang engkau baca dariku.” Maka tidak diperbolehkan bagi pembaca Al-Qur’an bermain-main bersama orang yang mempermainkan Al-Qur’an, bersama orang yang melupakannya, bersama orang-orang yang melalaikan.”
Malik bin Dinar berkata: “Hai ahli Al-Qur’an, apa yang telah ditanam Al-Qur’an di dalam hati kalian, Al-Qur’an adalah musim semi di hati, sebagaimana hujan menurunkan musim semi di bumi.”
Sufyan al-Tsauri berkata: “Seorang ahli ilmu dan Al-Qur’an, seharusnya tidak berwatak kasar dan riya, tidak meninggikan suaranya dalam membaca hadist maupun ilmu dan tidak mengharapkan dunia, karena setiap kalimat yang ia baca berkata kepadanya: “Berzuhudlah.”
Saya mendengar guru saya, Ali al-Khawas berkata: “Barangsiapa merenung, dia akan mendapatkan semua kitab suci yang diturunkan mengatakan: “Bertakwalah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.”
Salih al-Mari berkata: “Aku membaca Al-Qur’an di hadapan Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam dalam tidurku, ketika aku mengkhatamkannya, beliau berkata: “Ini adalah Al-Qur’an, lalu mana tangisanmu?”
Al-Fadil bin Iyad berkata: “Adakah musibah yang lebih besar daripada musibah kita? Yakni, kita membaca Al-Qur’an siang dan malam tetapi tidak mengamalkan, sedangkan semua yang terkandung di dalamnya adalah risalah dari Tuhan yang ditujukan kepada kita.”
Anaknya Ali –rahimahumallah– berkata: “Barangsiapa tidak menangisi diri ketika membaca Al-Qur’an, maka ia telah terperdaya. Sebab yang diinginkan Al-Quran adalah pengamalan, bukan bacaan.”
Ia berkata: “Aku sangat heran kepada orang yang bahagia setiap kali mengkhatamkan Al-Qur’an tetapi tidak menuntut dirinya satu nasehat, larangan ataupun hukuman dari bacaannya.
ABU SULAIMAN al-Darani berkata: “Kadangkala aku shalat selama lima malam secara berturut-turut dengan satu ayat dan menuntut diriku untuk mengamalkan apa yang ada di dalamnya, jika tidak, Allah akan menganugerahiku kelalaian untuk ayat yang sering aku baca itu sepanjang umurku, sebab aku mendapatkan satu ilmu baru setiap kali merenung, dan Al-Qur’an tidak pernah habis keajaibannya bagiku.”
Syeikh Ali al-Khawas berkata: “Seandainya Allah tidak memberikan kepada masing-masing wali makna-makna Al-Qur’an sebagai karunia ketika mereka membacanya, maka tak satu pun di antara mereka yang mampu membaca semuanya dalam satu malam, karena kesempurnaan bukan pada ilmu mereka yang berhubungan dengan Al-Qur’an, melainkan ia adalah karunia yang diberikan kepada mereka ketika mereka membacanya.”
Anas bin Malik berkata: “Mungkin saja seseorang membaca Al-Qur’an, sedang Al-Qur’an melaknatinya.”
Abu Sulaiman al-Darani berkata: “Malaikat Zabaniyah datang kepada pembaca Al-Qur’an lebih cepat daripada kepada penyembah berhala, semua itu disebabkan karena mereka bertentangan dengan apa yang mereka baca.”
Sufyan al-Tsauri berkata: “Jika seorang hamba membaca Kalamullah tetapi ia berbicara dengan omong-kosong dan kembali membaca Al-Qur’an, maka Allah berkata: “Apa hakmu atas Kalam-Ku?”
Al-Fadil bin Iyad berkata: “Pada hari kiamat, para pembaca Al-Qur’an akan ditanya dengan pertanyaan yang ditanyakan kepada para nabi. Mereka ditanya tentang pengamalan Al-Qur’an, sebab mereka diperintahkan untuk mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya.”
Dalam hadist disebutkan: “Kebanyakan orang munafik dalam umat ini adalah pembaca Al-Qur’an.”
Guru saya, Syeikh Abu al-Su’ud al-Jarihi memberitahu, selama 20 tahun mengkhatamkan Al-Qur’an, ia mengkhatamkannya satu kali di siang hari dan satu kali di malam hari. Ia melakukan semua itu sebelum bertemu dengan gurunya Ahmad al-Marhumi. Setelah ia bertemu, gurunya berkata: “Engkau tidak mendapatkan sesuatu pun, sebab engkau hanya bergembira dengan jumlah khataman, engkau tidak menuntut dirimu mengamalkan satu amalan pun.”
Syeikh Abu al-Su’ud al-Jarihi berkata: “Lalu ia menyuruhku untuk merenung dan mengintrospeksi diri dengan mengamalkan setiap ayat, dan aku tidak mampu mengamalkan sepuluh ayat yang pernah aku baca.