PERTIWI MASIH MENANGIS

PERTIWI MASIH MENANGIS
Malam ini di dalam kamar  aku termenung. Memikirkan tentang Indonesia yang masih berduka, tentang rakyat Indonesia yang masih terus menangis pilu, tentang bumi pertiwi yang merana. Bumi yang mempunyai semboyan Gemah Ripah Loh Jinawi ternyata justru mengarah kepada keadaan sebaliknya.
 Aku sangat heran melihat Indonesia, Indonesia punya laut yang demikian luas. 70 % wilayah Indonesia terdiri dari lautan dengan hamparan pulau-pulau. Namun ternyata kekayaan laut itu belum sepenuhnya dapat dinikmati oleh rakyat Indonesia. Jangankan untuk dapat mengekspor ikan-ikan berkualitas super, sekedar mencari ikan untuk mencukupkan ongkos BBM melaut pun tidak dapat di penuhi nelayan. Bagaimana mungkin nelayan-nelayan yang menggunakan kapal klotok dengan mesin temple itu akan sanggup bersaing dengan nelayan asing dengan peralatan serba canggih. Maka jika kemudian kekayaan laut itu jatuh kepada pihak asing yang bermodal besar jangan di salahkan rakyat yang memang tak punya kuasa apa-apa. Indonesia mempunyai luas laut sekitar 93 ribu km2 dengan panjang pantai sekitar 81 ribu km2. Terumbu karang ( coral reef ) terkaya di dunia (18 %) dari total dunia dan memiliki spesies hiu terbanyak di dunia (150) spesies.
Indonesia mempunyai hasil migas yang sangat luar biasa namun ternyata BBM subsidi di serbu dengan antrian sampai berjam jam, jadi dimana letak kekayaan migas Indonesia itu. Minyak bumi, Gas, Batu Bara, Emas, Perak, Tembaga, semua melimpah di bumi Indonesia. Namun tetap saja rakyat Indonesia merana dalam serba kekurangan. Sumber energy dari bumi Indonesia justru harus di impor oleh pemerintah Indonesia. Kekayaan yang begitu luar biasa justru menjadi sumber kemewahan tak terbatas bagi segelintir oknum dan perusahaan yang terlibat di dalamnya. Amanah konstitusi yang menyatakan bahwa kekayaan alam adalah milik Negara dan di gunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat namun yang terjadi justru sebaliknya. Peneliti asosiasi ekonomi politik Indonesia (AEPI) salamudin daeng mengingatkan bahwa 42 juta hektar daratan telah dialokasikan untuk izin pertambangan mineral dan batu bara , 95 juta hektar untuk eksploitasi migas , 32 juta hektar untuk HPH, HTI dan HTR, dan 9 juta hektar untuk perkebunan sawit. Maka dari luas Indonesia yang 195 juta hektar  luas 178 juta hektar  bumi Indonesia berarti adalah 93 %. Dalam pengelolaan migas lebih lagi , 85 % kekayaan migas, 75 % kekayaan batu bara, 50 % kekayaan perkebunan dan hutan di kuasai asing.
Indonesia mempunyai tanah yang sangat luas namun Indonesia mengimpor banyak kebutuhan dalam bidang pertanian seperti beras, sayur sayuran,  buah-buahan, daging, kedelai, gula . Sudah mengimpor ternyata kemudian sangat sering bermasalah dalam pengadaan maupun distribusinya, bahkan sampai harus di sidik oleh KPK. Padahal di Indonesia ada pemeo yang menyatakan bahwa “ tongkat dan kayu di lempar jadi tanaman”. Artinya dengan kesuburan tanahnya apa pun akan tumbuh di Indonesia. Yang tidak ada adalah kemauan untuk mewujudkan semangat membangun pertanian itu. Negara kurang memfasilitasi sehingga petani enggan terus menanam padi, petani apel justru menebang kebun apelnya karena apel hijau kalah bersaing di  bandingkan apel merah dan apel oranye. Begitupun dengan produk lain seperti jeruk, Sapi, tekstil, mainan anak-anak, sampai kepada produk seperti mobil, sepeda motor, bahkan Indonesia telah menjadi konsumen pesawat terbesar di dunia padahal Indonesia sebenarnya mempunyai pabrik yang cukup di segani dan mempunyai kapasitas untuk memproduksi pesawat asal ada kebijaksanaan. Bayangkan jika di Negara yang demikian kaya sumber daya alam Indonesia ternyata mengimpor 1,6 juta ton gula, 1,8 juta ton kedelai, 1,2 juta ton jagung, 1 juta ton bungkil makanan ternak, 1,5 juta ton garam, 100 ribu ton kacang tanah, bahkan pernah mengimpor 2 juta ton beras. Bukankah sangat aneh jika di bumi dimana semua bisa tumbuh dengan sangat baik ternyata justru menjadi salah satu Negara importer terbesar di dunia dalam produk-produk apapun.
Pada saat ini aku juga melihat bahwa struktur social budaya di masyarakatku telah runtuh. Masyarakat menjadi demikian rapuh dan gemar berkonflik, antar anggota keluarga, antar tetangga rumah, antar tetangga desa, antar kecamatan, antar kabupaten, dan antar propinsi. Tak mau kalah dengan keadaan di luar negeri yang tengah penuh dengan peperangan dan konflik, di Indonesia pun suasana tidak jauh berbeda. Isu dan permasalahan demikian silih berganti. Kasus Century, kasus simulator SIM, kasus partai politik, kasus eyang Subur, kasus pemilu, dan sampai kepada kasus artis yang tak ada habisnya dari artis satu ke artis lainnya. Heran juga melihat berita artis di infotainment itu, aibnya sendiri dengan begitu bahagia dia buka ke public tanpa rasa malu sedikitpun. Kasus criminal demikian marak. Hanya karena masalah sepele nyawa bisa melayang. Harga kehidupan begitu murah, bahkan terkadang hanya seharga sebatang rokok, terlebih lagi bila yang di persoalkan adalah harta gono gini yang jumlahnya mencapai milyaran rupiah. Perampokan, pembunuhan, pencurian, pemerkosaan, penculikan, terlebih dengan kasus korupsi. Negeri ini telah menjadi surga bagi koruptor. Mega korupsi terus bemunculan,  Tiga godaan yakni harta, tahta dan wanita bahkan terhubung pada beberapa kasus korupsi. Tauladan korupsi oleh pejabat dan penegak hukum dengan sendirinya semakin menjadi inspirasi yang tiada habis untuk pejabat maupun aparat di level bawah untuk juga melakukan korupsi memperkaya diri sendiri. Dibarengi dengan lemahnya penegakan hukum maka kloplah sudah. Pisau keadilan hanya tajam kebawah namun tumpul jika sudah ke atas. Rakyat enggan mengadukan kasusnya karena seringkali terjadi pada saat mengadukan kehilangan kambing yang terjadi justru bukannya kambing di temukan tapi justru kerbau ikut hilang.  Rakyat hanya bisa menjerit setiap menghadapi kasus hukum, sementara pejabat atau anak pejabat sekalipun sampai menghilangkan nyawa beberapa orang tetap dapat melenggang kangkung dengan mudah karena hanya di hukum percobaan. Sungguh merupakan tontonan yang sangat tidak lucu.
Aku bingung harus dari mana Langkah untuk memulai menata taman Indonesia yang sebenarnya luar biasa indah. Tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab yang menjadikan taman indah itu menjadi berantakan dan seolah menjadi gersang meranggas. Sangat banyak hal yang harus kita ubah jika ingin memperbaiki taman Indonesia ini. Maka salahkah jika kemudian aku berpikir bahwa bencana alam yang demikian banyak menyerbu Indonesia akhir-akhir ini adalah juga dampak dari salahnya pengelolaan Negara. Banjir, tanah longsor, gunung meletus, gempa bumi, Seolah-olah bumi mengatakan rasakan akibat dari perbuatanmu. Begitulah seandainya bumi itu makhluk bernyawa dia pasti sudah akan menangis, karena berbagai deritanya, karena kesewenang wenangan manusia
Seandainya aku orang yang punya kuasa di bumi Indonesia ini maka akan kulakukan banyak hal untuk memperbaiki keadaaan bumiku. Meski tidak banyak aku harus berbuat agar keadaan membaik meski sedikit untuk memperbaiki karena ada pepatah sedikit sedikit akan menjadi bukit. Jika semua berbuat sedikit maka gunung bukitlah yang akan terjadi. keadaan. Pertama: Memberantas KKN dalam segala aspek kehidupan, di birokrasi pemerintahan dan BUMN.
Kedua : melakukan efisiensi dalam pengelolaan negara dan pengelolaan perusahaan negara.
Ketiga : melakukan pembatasan terhadap perusahaan asing atau perusahaan bermodal besar, terlebih terhadap perusahaan yang gemar berbuat kecurangan dan gemar melakukan kong kalikong dengan pejabat korup. Kekayaan harus di kelola Negara dan di lakukan pemerataan dalam distribusinya.
Keempat: menegakkan hukum tanpa pandang bulu bahkan seandainya melibatkan wakil presiden sekali pun.
Bila ada tikus yang menggerogoti lumbung padi maka seharusnya pembakaran tidak di lakukan terhadap lumbung padi tetapi terhadap tikus tikus yang merusak lumbung padi tersebut, harus di usir sejauh mungkin agar tidak terus merusak simpanan padi yang menggunung di lumbung.
Benar-benar aku heran dengan semuanya. Bagaimana mungkin semua hal ini bisa terjadi di negeri yang dasar Negara dan sila pertamanya berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, yang makna luasnya adalah percaya bahwa Tuhan Itu ada, bahwa Tuhan melihat semua perbuatannya, bahwa Tuhan akan bertanya kepadanya tentang umurnya untuk apa dia habiskan, tentang hartanya darimana dia dapatkan dan kemana dia pergunakan. Sila pertama tersebut semestinya harus dapat menjiwai seluruh aspek kehidupan manusia Indonesia. Kepercayaan bahwa Tuhan ada dan menyaksikan semuanya adalah benteng terakhir bagi setiap laku manusia. Disanalah dasar bagi semuanya, setumpuk system dan tata aturan akan menjadi tidak ada manfaatnya manakala tidak ada kesalehan individu, tidak ada ketaatan terhadap nilai-nilai ketuhanan.
 Dentang jam dinding sebanyak 12 kali telah menyadarkanku dari lamunan panjang.  Ah, Indonesia tersayangku sebenarnya masih terbenam dalam tidur panjangnya.  Dalam keadaan demikian bagaimana mungkin Indonesia tercintaku dapat mencapai kesejahteraan dan kemakmuran yang dicita-citakan seluruh rakyat. Mudah2an ada kesadaran besar dari seluruh penumpang kapal bernama Indonesia ini untuk segera tersadar dari mimpi sehingga dapat segera mengayuh kapal menuju pelabuhan impian.