Alhamdulillah
kami mendapatkan ujian dari sebab anak semalam. Koq Alhamdulillah, harusnya kan
sedih karena ujian yang di hadapi. Memang demikianlah perasaan pertama yang di
alami oleh siapa pun yang menghadapi hal yang memalukan dari sebab anaknya tercintanya: marah, sedih, mencaci maki, membentak, memukul ,dan
berjuta rasa kekecewaan lainnya. Dan perasaan itulah yang awalnya kami
rasakan, namun dengan cepat kesadaran itu muncul bahwa anak adalah titipan-NYA,
manakala DIA ingin menguji keimanan kita melalui anak kita tersebut maka akan
sangat banyak musabab dan sebab bisa menjadi awalnya dan kita tidak akan pernah
bisa menghindar darinya laksana Nabi Nuh pun tidak bisa mengajak anaknya ke Bahtera
yang di buatnya, atau laksana Ismail yang harus melepas istrinya atas
permintaan Nabi Ibrahim karena sikapnya, atau Isteri Nabi Luth yang juga tidak
bisa mengikuti langkah Nabi Luth sehingga ikut menjadi batu, atau laksana Abu
Thalib yg tidak juga bisa mengikuti Nabi Muhammad padahal beliau adalah salah
satu pembela utama beliau. Dengan sikap dan perasaan demikian maka tak sampai
berbilang hari bahkan ketika pagi belum menjelang, artinya hanya berhitung jam
perasaan hati yang tadinya sedih bercampur marah, kecewa dan malu berganti
dengan perasaan lega dan ikhlas luar biasa.
Musibah
dan ujian memang bisa kapan saja datangnya sesuai dengan kesiapan manusia untuk
menerima-NYA. Pada saat manusia telah mencapai taraf mampu untuk menghadapi
suatu kesulitan maka pada saat itu Allah bisa jadi akan menimpakan kesulitan
kepadanya , sebagai tanda cinta bahwa DIA ada perhatian kepada hamba-NYA maka
siapa pun harus menerima keadaan itu dengan senang hati. Sebagaimana siswa
harus menghadapi ujian pada saat hendak naik tingkat maka begitulah bisa jadi
cara Allah untuk menilai seberapa ikhlas hamba-NYA dengan ketentuan-NYA.
Seberapa mampu siswa untuk menjawab ujian dan seberapa cepat dia mampu
menyelesaikan ujian yang di berikan akan memberi pengaruh penilaian sang guru
kepada si murid apakah murid pantas untuk naik ke peringkat berikutnya. Maka
demikianlah perumpamaannya. Seberapa mampu manusia ikhlas dengan segala
ketentuan-NYA maka setinggi itulah posisi kita dalam pandangan-NYA. Karenanya
ikhlaskanlah segala keputusan-NYA karena bisa jadi dengan musibah atau ujian
yang menimpa itu kita akan mendapat kebaikan yang berlipat, atau akan mendapat keberkahan
yang jauh lebih banyak lagi, atau kah akan di bersihkannya seluruh jiwa dan
hati kita yang masih penuh jiwa kesombongan dan keangkuhan, atau kah
mengingatkan kita untuk lebih banyak lagi memberi dan berbakti kepada sesama,
atau kita mungkin hendak di bersihkan oleh-NYA dari dosa-dosa dengan musibah
yang menimpa kita itu, ataukah selama ini ada kesalahan dan kekasaran kita yang
menyebabkan orang lain mendoa ketidakbaikan atas kita, ataukah mengingatkan
Allah kepada kita untuk lebih banyak lagi beribadah kepada NYA.
Sangat banyak hal positif yang bisa kita pelajari dan kita ambil dari berbagai kejadian yang menimpa kita. Dalam ilmu hikmah satu kejadian bisa beragam makna dan tafsir, maka berpikirlah selalu positif terhadap segala ketentuan-NYA. Dia Maha Pengasih dan Maha Penyayang dan Maha Berkuasa. Dia juga Maha Pengampun atas segenap dosa Hambanya bahkan seandainya dosa Hamba itu seluas samudera dan memenuhkan antara langit dan bumi. Tidak layak seorang hamba berputus asa atas apa yang telah terjadi. Apa pun yang DIA kehendaki akan terjadi dan apa pun yang kita minta pasti akan di berikan-NYA. Maka mintalah selalu yang terbaik untuk kehidupan kita karena dengan minta yang terbaik maka DIA akan berikan yang terbaik. Ada pun harta hanyalah seonggok nikmat-NYA yang tak berarti apa-apa di banding semua nikmat yang telah DIA berikan kepada selama ini. Adapun anak anak adalah titipan NYA yang menjadi amanah yang harus terus di bina menuju kesempurnaannya bersamaan dengan kesempurnaan kita selaku orang tua. Selama anak sudah di usahakan dengan segala upaya menuju ke Taqwa annya maka di sanalah batas usaha manusia. Namun jika usaha masih bisa di tingkatkan tentulah menjadi kewajikan kita selaku orang tua untuk terus mendidik anak anak kita tercinta menuju kepada Kehanifannya sebagsi seorang hamba. Tentang bahwa dia menelikung dari jalan yang lurus maka menjadi kewajiban kita untuk terus membimbingnya, dengan terus mendampinginya sehingga kita semua pada akhirnya akan mencapai derajat Taqwa di sisi Allah, dan usaha kearah Taqwa memang adalah kewajiban kepada kita semua untuk selalu berusaha dengan segala upaya, sampai kelak usia tak lagi ada. Insya Allah kita semua akan bisa mencapai derajat Taqwa itu dan Allah akan selalu melimpahkan Kasih Sayangnya kepada Kita, Aamiin.