TANGGUNG JAWAB SEORANG PEMIMPIN SANGAT BERAT

Era reformasi yang telah berlangsung sejak dari 1999 adalah satu masa penuh keterbukaan, dalam pemerintahan pendelegasian wewenang menjadikan kepala daerah beserta jajaran eksekutif dan legislative memiliki kewenangan besar dalam mengelola anggaran di daerah. Maka jadilah anggaran di daerah dikelola menurut apa kebutuhan dari satu daerah. Namun dalam kenyataan ternyata seringkali terjadi penggunaan anggaran berjalan dengan kurang perencanaan dan kurang memperhatikan aspek akuntabilitas dan prioritas.

Penggunaan anggaran tanpa mengedepankan aspek akuntabilitas dan transparansi menjadikan banyak kepala daerah tersandung oleh kasus hukum, entah karena kesalahan prosedur atau karena memang dengan sengaja di korupsi untuk kepentingan pribadi. Maka satu pedoman yang harus di jadikan pegangan oleh Kepala Daerah manapun yaitu JIKA BERANI KORUPSI MAKA HARUS BERANI MENERIMA APA PUN RESIKONYA, DI DUNIA ATAU AKHIRAT. LAKUKAN SEGALA SESUATU SESUAI PROSEDUR DAN SOP YANG TELAH DI GARISKAN, JIKA RAGU TIDAK USAH DI KERJAKAN SEKALIPUN AKHIRNYA DAYA SERAP ANGGARAN RENDAH. Satu hal patut di ingat dalam hal kelengkapan dokumen sekali pun dengan mengada ada bisa di lengkap, dimana hal tersebut bisa membebaskan kita dari jerat hukum, namun apakah kita bisa melepaskan dari catatan malaikat rakib dan atid yang terus saja menuliskan apa pun yang sudah kita lakukan. Maka selamat dunia karena semua lolos dalam pemeriksaan bukanlah hal yang harus di takuti, namun apa yang akan terjadi dan bagaimana nasib kita dengan semua dokumen dokumen palsu tadi.

Seorang kepala daerah yang telah dengan berani menggelontorkan uang jutaan, ratusan dan bahkan milyaran rupiah untuk mendapatkan jabatannya tersebut, dalam langkah pertama yang harus di lakukan yakni menginventarisir segenap potensi yang ada di daerahnya masing masing dan mengembangkan semua potensi tersebut demi kesejahteraan rakyatnya, dan bukannya menghabiskan segenap potensi itu untuk kepentingannya pribadi atau kepentingan kroni dan keluarganya semata. Dalam arahan kepemimpinan model Rasulullah, pemimpin adalah yang paling terakhir kenyang , namun yang paling dulu menderita pada saat ada bencana. Bukannya seperti sekarang ini, pemimpin artinya menjadi yang paling dalam segala hal, paling enak, paling bagus mobilnya, paling mahal pakaian dinasnya, paling mahal anggaran rumah tangganya dan segenap kemewahan kemewahan lainnya, tanpa perduli ada rakyat di sekitarnya yang rumahnya hanya dari kardus kardus bekas.

Pemimpin dalam membuat kebijakan berkait pembangunan seperti yang sudah di ungkap di atas perlu memperhatikan segenap potensi yang ada di daerahnya, missal kalau mempunyai areal persawahan yang sangat luas maka kembangkanlah bagaimana agar pertanian di daerahnya bisa berkembang menjadi lebih maju. Bila potensi perkebunan luar biasa maka jadikanlah agar potensi perkebunan tersebut bisa optimal, bisa menghasilkan banjir hasil bagi daerah daerah sekitarnya, jangan seperti kebijakan di negeri ini, dimana sawah dan lahan tidur luas tapi mengimpor beras, mengimpor kedelai, mengimpor garam, mengimpor jagung, mengimpor buah buahan, mengimpor daging.

Patut di apresiasi salah satu walikota di Indonesia yakni di Kota Samarinda, Syahari Jaang. Beliau dalam 5 tahun kepemimpinannya terus berusaha membuka akses jalan bagi warga kota samarinda, dengan mencor semua jalan jalan perkampungan dengan betonisasi. Hal ini nampak sepele, namun sesungguhnya jalan adalah salah satu kebutuhan pokok warga. Dengan ,mulusnya jalan, dengan ratanya jalan, dengan bersihnya jalan maka hal ini menjadikan warga merasa nyaman dalam kehidupannya, ketika berangkat kekantornya, ketika kepasar, ketika keluar rumah, tidak lagi di liputi keengganan karena akses jalan yang buruk, jalan yang berlumpur.

Jadi pemimpin janganlah seperti Firaun, yang marah setiap di kritik, memaksa setiap kebijakan, membawa kepenjara orang yang bersuara lantang. Jadi pemimpin juga hendaknya bersikap jauh lebih santun kepada rakyat dari pada kepada keluarganya sendiri karena rakyat ibarat anak yang harus di sayangi, di cukupkan sandang pangan papanny. Pemimpin yang bisanya cuma marah dan mencaci maki pasti akan dengan cepat di lupakan rakyat. Keberadaan Ahok cukuplah menjadi contoh bagi kepemimpinan yang suka marah dan berkata kasar itu, dan hendaknya tidak ada pemimpin di wilayah mana pun di negeri ini yang mudah marah dalam kepemimpinannya.


Demikianlah memang dalam kepemimpinan, semua sesungguhnya adalah pemimpin, bagi negaranya, bagi daerahnya, bagi desanya, bagi keluarganya dan minimal bagi dirinya sendiri. Dan setiap kepemimpinan akan di mintai pertanggungjawaban,  maka berhati hatilah, minimal dalam membimbing hati membawa diri, agar selamat dunia dan terlebih akhirat.