MAAFKAN AZIZAH BUNDA

MAAFKAN AZIZAH BUNDA
“Pokoknya Azizah harus di belikan baju sekolah dan tas baru,” demikian rengek Azizah satu hari.
“Baju dan tas Azizah kan masih bagus, nak. Kan lebih baik uangnya di berikan sesuatu yang lebih berguna, buku-buku misalnya,” bunda masih berusaha membujuk Azizah agar mau menunda keinginannya berpakaian baru dan bertas baru.
“Tapi semua teman Azizah juga berbaju dan bertas baru bunda, masa Azizah saja yang tidak, kan malu dengan teman Zizah di kelas.”
Memang pada saat tahun ajaran baru semua seperti di kondisikan harus serba baru, padahal menurut bunda hal tersebut bukan keharusan apabila sesuatu itu masih bisa di pakai dan belum terlalu kusam di lihat.
****
 “Bunda, Azizah minta di belikan boneka Angri Bird,” Azizah lagi-lagi merengek satu hari. Wajahnya tampak di tekuk, merengut. Bunda tersenyum.Di usapnya rambut Azizah dan kemudian berkata,”kamu kan sudah sangat banyak punya boneka.”
“Tapi semua teman teman punya boneka Angri Bird.”
“Tidak Zizah harus menahan keinginan. Hanya yang perlu saja yang akan bunda belikan,” bunda berkata singkat namun tegas. Azizah diam, namun terlihat sangat kecewa.
Keesokan harinya Azizah terlihat sangat lusuh. Rupanya badannya panas pagi itu. Dan karena panasnya tersebut akhirnya Azizah tidak ke sekolah. Dengan sabar bunda mengompresnya dan membawanya ke puskesmas untuk di obati. Selepas dari puskesmas dan meminum obat Azizah langsung tertidur. Dalam tidurnya beberapa kali Azizah mengigau dan menyebut-nyebut boneka Angri Bird. Tahulah bunda bahwa sakit azizah karena keinginannya yang tidak terturutkan. Akhirnya bunda membelikan boneka Angri bird seperti yang di inginkan Azizah.
****
Satu hari bunda mengajak Azizah untuk mendatangi mbahnya ke kampung. Dengan naik bis mereka pergi tanpa ayah karena ayah masih sangat sibuk dengan pekerjaannya.
“Nama kamu siapa,” Azizah bertanya sambil tersenyum.
“Namaku Imah,” kata anak tersebut.
“Trus tinggalmu di mana, koq jam segini tidak sekolah.”
“Saya tidak sekolah. Ayah ibu tidak bisa menyekolahkan saya,tidak punya biaya” Imah berkata sambil menunduk. Segera saja Azizah dan Imah menjadi sangat akrab.
“Imah, bagaimana kalau kita kerumahmu.”
“Lho untuk apa.”
“Tidak apa apa, aku hanya ingin jalan-jalan kerumahmu.”
Tapi rumah Imah lumayan jauh.”
“Tidak apa apa, Azizah ingin lihat sekeliling, Azizah lalu pergi dengan menarik tangan Imah. Mereka berkejaran dengan gembira. Terlebih Azizah, dia sangat gembira karena suasana pedesaan adalah suasana baru baginya.
Mata Azizah menjadi berkaca-kaca, di lihatnya rumah Imah begitu jeleknya, atap yang sudah bocor di sana-sini, lantainya pun hanya dari tanah saja tanpa semen apa lagi keramik seperti rumahnya. Azizah juga baru menyadari kalau ternyata pakaian yang di kenakan oleh Imah adalah pakaian yang banyak tambalannya karena robek di banyak tempat.  Ketika Imah membawakan mainan yang di punyainya Azizah jadi menangis lebih kencang lagi, kenapa? karena yang di sebut mainan oleh Imah ternyata hanya sebuah mobil-mobilan jelek dari kulit jeruk yang di bawa Imah dengan bangganya. Tetapi untuk tidak mengecewakan Imah dia terus bermain dengan Imah, sampai sore menjelang.
****
Sepulang dari tempat Mbahnya, Azizah nampak sangat berubah. Dia tidak lagi suka meminta yang berlebihan kepada bundanya. Semua yang di berikan oleh bunda akan di terimanya dan di rawatnya dengan baik. Dia tahu sekarang bahwa telah terlalu banyak rezeki yang di berikan kepadanya, maka sudah seharusnya dia bersyukur dengan semua pemberian itu. Dia berjanji akan kembali ke tempat Mbahnya, dengan banyak pakaian dan mainan yang selama ini telah di sia-siakannya, agar dia bisa berbagi bahagia kepada sesama.